Reog Ponorogo indonesia
Ada beberapa versi cerita populer yang
berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok. Di bawah ini adalah
salah satunya.
Menurut cerita, kelahiran kesenian Reog dimulai
pada tahun Saka 900, dilatarbelakangi kisah tentang perjalanan Prabu Kelana
Sewandana, Raja Kerajaan Bantarangin yang sedang mencari calon permaisurinya.
Bersama prajurit berkuda, dan patihnya yang setia, Bujangganong. Akhirnya gadis
pujaan hatinya telah ditemukan, Dewi Sanggalangit, putri Kediri. Namun
sang putri menetapkan syarat agar sang prabu menciptakan sebuah kesenian baru
terlebih dahulu sebelum dia menerima cinta sang raja. Maka dari situlah
terciptalah kesenian Reog. Bentuk Reog pun sebenarnya merupakan sebuah sindiran
yang maknanya bahwa sang raja (kepala harimau) sudah disetir atau sangat
dipengaruhi oleh permaisurinya (burung merak).
Alur cerita pementasan Reog yaitu Warok, kemudian Jatilan, Bujangganong, Kelana Sewandana, barulah Barongan atau Dadak Merak di bagian akhir. Ketika salah satu unsur di atas sedang beraksi, unsur lain ikut bergerak atau menari meski tidak menonjol. Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan, khitanan dan hari-hari besar nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri daribeberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada Reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang, yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu.
Biasanya satu group dalam pertunjukan Reog
terdiri dari seorang Warok Tua, sejumlah warok muda, pembarong, penari Bujang
Ganong, dan Prabu Kelono Suwandono. Jumlahnya berkisar antara 20 hingga 30-an
orang, peran sentral berada pada tangan warok dan pembarongnya. Tulisan Reog
sendiri asalnya dari Reyog, yang huruf - hurufnya mewakili sebuah huruf depan
kata-kata dalam tembang macapat Pocung yang berbunyi : rasa kidung/ingwang
sukma adiluhung/Yang Widhi/olah kridaning Gusti/gelar gulung kersaning Kang
Maha Kuasa.
Penggantian Reyog menjadi Reog yang disebutkan
untuk "kepentingan pembangunan" - saat itu sempat menimbulkan
polemik. Bupati Ponorogo Markum Singodimejo yang mencetuskan nama Reog (Resik,
Endah, Omber, Girang gemirang) tetap mempertahankannya sebagai slogan resmi
Kabupaten Ponorogo.
Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni Reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar. Adegan dalam seni Reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni Reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya.
Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.
Comments
Post a Comment